Powered By Blogger

Senin, 14 September 2015

I, Failed

Waktu itu aku masih duduk di bangku kelas 2 SMA, sedangkan dia masih duduk di bangku kelas 3 SMP, namanya Vania. Umur kami terpaut dua tahun. Kami sudah sangat dekat, dekat sekali. Bahkan orang-orang melihat kami seperti orang yang telah menjalin hubungan bertahun-tahun.
Aku sering mengantarnya pulang. Kedua orang tuanya telah mengenal baik diriku. Dan kedua orang tuaku pun telah mengenal baik dirinya. Tidak jarang aku bermain ke rumahnya, sudah aku anggap sebagai rumah kedua.
Dibalik kedekatan kami, sebetulnya aku belum pernah sekalipun mengatakan perasaanku padanya.
Sahabatku telah berulang kali menyuruh agar aku untuk segera menyatakan perasaanku kepadanya sebelum terlambat. Dan aku selalu memberikan jawaban, “Nanti.”
            Vania, gadis ini memiliki dua sahabat yang selalu mengelilinginya kemanapun ia pergi.  Karen, dan Irena. 2 gadis yang telah menemaninya selama bertahun-tahun.
Aku tidak pernah menyatakan kepadanya bahwa aku melarang ia memiliki sahabat, tapi ia terlalu percaya dengan setiap perkataan mereka berdua. Mereka tidak menyetujui hubungan kami. Karena mantan dari Irena adalah teman baikku sejak SMP. Irena menganggap, siapapun yang berteman dengan mantannya adalah cowok yang busuk.
            Aku pun tidak ingin menahannya lebih lama lagi. Suatu malam, satu tahun setelah kami saling mengenal, aku yang sedang duduk santai di teras tiba-tiba merasa bosan. Aku mengeluarkan handphone-ku dan mulai mengetik namanya. Aku mengirimkan pesan singkat yang berisikan ungkapan hatiku padanya yang sampai tiga paragraf panjangnya.
            Aku menunggu dua jam lamanya, dan handphone-ku bergetar, menandakan ada pesan yang masuk. Aku membukanya, tapi bukan sebuah pesan dari Vania, melainkan itu adalah pesan dari sahabatnya, Irena. Ia bilang bahwa Vania tidak ingin berkomunikasi lagi denganku. Dan ia meminta aku untuk tidak pernah mencarinya lagi. Aku tidak mengerti, dan terus berusaha mengontaknya, terus dan terus. Dan hasilnya sama, tidak ada balasan.
            Di sekolah, ia tidak pernah lagi menegurku ketika sedang menyantap makan di kantin. Aku ingin sekali menegurnya, tapi muncul sosok baru yang mengelilinginya, Charles. Kapten dari tim futsal sekolah yang seumuran denganku dan punya beberapa bodyguard dibelakangnya. Aku menyerah.
            2 tahun setelah itu, aku sudah lulus SMA, dan ia telah naik kelas 2 SMA, aku mulai bekerja dan melupakan semua kenangan tentang Vania.
Aku memulai aktivitasku di masyarakat. Mulai bekerja dan kuliah. Aku sudah melupakannya jauh-jauh hari. Tapi nasib ingin sekali menyatukan kami berdua.
Kantor tempat aku bekerja, tepat berada di depan rumahnya, tepat di depan mataku. Aku melihat ia diantar oleh seorang lelaki yang seusia dengannya, bukan lagi Charles. Aku sudah berhasil untuk melupakannya, namun sekarang, aku gagal, dan kembali mengingat masa-masa itu. Cukup merasakan debaran jantung yang perih. Yang tidak akan mengeluarkan darah, tapi terasa sakit seperti ditusuk oleh pisau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar